Jelaskan Paugeran Keraton

JOGJAKARTA – Pro-kontra sabda raja Sultan Hamengku Bawono X terus menggelinding. DPRD Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ) mulai mempermasalahkan perubahan nama gelar Buwono menjadi Bawono karena terkait dengan UU Keistimewaan (UUK) DIJ. Mereka tetap menilai Sultan menyalahi paugeran (peraturan) Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Wakil Ketua DPRD DIJ Arif Noor Hartanto menyatakan, jika mengacu pada pasal 43 UUK DIJ, gubernur selaku sultan yang bertakhta dan Wakil Gubernur Adipati Paku Alam yang bertakhta wajib melakukan penyempurnaan serta penyesuaian peraturan di lingkungan kasultanan dan kadipaten.

’’UUK memerintahkan dibuatnya paugeran secara terstruktur serta sistematis dan diumumkan kepada publik. Paugeran itu mau berubah atau tidak, wajib diumumkan,’’ kata pria yang akrab disapa Inung itu ketika ditemui di kantor DPRD DIJ, kemarin.

Dia menjelaskan, masyarakat harus tahu paugeran, baik di Keraton Jogja maupun Kadipaten Pakualaman. Sebab, masyarakat sudah tidak memiliki hak politik untuk duduk sebagai gubernur maupun wakil gubernur DIJ karena adanya lex specialis, yakni Sultan yang bertakhta juga menjadi gubernur DIJ.

Menurut Inung, masyarakat harus tahu pengganti HB X dan PA IX yang nanti menjabat gubernur dan wakil gubernur DIJ. ’’Itu bisa dilihat dari paugeran yang diumumkan,’’ kata Inung, lantas menyatakan bahwa dalam UUK DIJ tidak disebutkan jangka waktu pengumumannya.

Dia menyatakan, kapasitas pihak yang nanti duduk sebagai gubernur dan wakil gubernur juga harus diketahui. Mereka sebelumnya juga harus dididik supaya benar-benar siap menjadi gubernur dan wakil gubernur. ’’Ada perintah dalam UUK. Kalau mak benduduk (tiba-tiba) jadi gubernur, itu melanggar UUK,’’ tegasnya.

Politikus PAN yang tinggal di Kotagede tersebut menambahkan, dirinya bersama para anggota dewan lain juga ingin menegakkan UUK yang sudah lama diperjuangkan masyarakat DIJ. Menurut Inung, dulu seluruh rakyat DIJ menyetujui dan mengikhlaskan hak politik mereka dalam memilih cagub-cawagub serta mencalonkan diri sebagai gubernur ditiadakan dengan disahkannya UUK tersebut.

Demi kebaikan bersama, dia berharap masalah tersebut bisa dipahami secara mendalam oleh Sultan. Jika mungkin dirasakan lebih baik sabda raja dan dawuh raja ditarik, Inung yakin Sultan tetap tidak akan kehilangan kewibawaan dan marwah. (pra/c5/end/hen)

Tinggalkan Balasan