Jamaah Cicil Belanja Oleh – Oleh

[tie_list type=”minus”]Toko Kebanjiran Pembeli[/tie_list]

MADINAH – Jamaah kloter 1 yang sudah tinggal di Madinah selama seminggu lebih berangkat ke Makkah hari ini. Ada kebiasaan dari jamaah Indonesia sebelum meninggalkan Madinah. Yaitu, mencicil belanja oleh-oleh. Mulai dua hari yang lalu, toko-toko dan pedagang emperan di sekitar Masjid Nabawi laris manis. Sebagian besar adalah jamaah Indonesia.

Oleh-oleh yang dicari jamaah Indonesia adalah kafiyeh, kerudung, hingga baju gamis. PKL yang menggelar dagangan di depan pelataran Masjid Nabawi juga berjubel. Bukan hanya sajadah dan suvenir lainnya, batu mulia (akik) Arab pun ada. Harganya rata-rata 10 riyal (Rp 30 ribu lebih). Yang berkualitas bagus bisa sampai 100 riyal.

Bahkan, toko emas dipenuhi jamaah Indonesia. Kabarnya, emas dari Arab Saudi diburu karena di tanah air juga bisa dijual. Kadarnya memang tidak 24 karat, tetapi lumayan bagus kualitasnya. Harganya pun lebih murah daripada emas Indonesia.

Pasar kurma juga menjadi jujukan para jamaah memborong oleh-oleh. Misalnya, yang diungkapkan Makmun, pedagang kurma di toko dekat Masjid Nabawi

Menurut dia, sekarang ini persediaan kurma sedang banyak-banyaknya. Yang belanja pun banyak. “Mereka tahu kalau be­lanja kurma ya di Madinah. Pusatnya kurma,” ujarnya.

Dia sampai harus menutup kebun kurma untuk melayani pembelian kurma di tokonya. ”Ada 91 jenis kurma. Saya juga menyediakan bermacam-macam kurma, tinggal pilih. Tapi, yang paling dicari ya kurma ajwa, kurma nabi,” tutur dia yang bisa berbahasa Indonesia.

Jamaah Indonesia sangat favorit membawa kurma karena memang harganya cukup murah. Misalnya, kurma ajwa dengan kualitas sedang 40 riyal per kilogram. Sebaliknya, kurma berkualitas bagus 60 riyal per kilogram. Harga itu masih bisa ditawar jika jamaah membeli dalam jumlah banyak. Bandingkan dengan di Tanah Abang atau di Ampel, Surabaya, yang harga per kilogramnya bisa sampai Rp 800 ribu. Itu pun masih ada kekhawatiran tidak asli karena sudah dilumuri madu.

Memang rata-rata pedagang di Madinah mengerti dan bisa berbahasa Indonesia. Karena itu, tawar-menawar antara jamaah dan pedagang tidak terlalu sulit. Hanya, lapar mata jamaah harus dikendalikan. Sebab, perlu diingat, membawa barang-barang itu ke Indonesia cukup susah.

Tinggalkan Balasan