Gejolak Tiongkok Perparah Market

JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) terus memburuk. Indeks disebut-sebut bakal terpuruk hingga level terendah di kisaran 4.005 poin.Begitu pun mata uang Garuda, diramal menuju level Rp 15 ribu per USD.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah
MENURUN: Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia semkin lemah. Hal ini diperparah dengan adanya gejolak di Tiongkok yang membuat investasi tertahan.

Pelemahan rupiah dipengaruhi faktor eksternal dan internal. Namun lebih dominan dari luar menyusul gejolak perekonomian Tiongkok terkait data manufaktur mengalami penurunan. Di sisi lain, The Fed juga masih membayangi dengan spekulasi kenaikkan suku bunga acuan. ”Dua-duanya akan sangat mudah terpuruk,” beber Kepala Riset PT MNC Securities, Edwin Sebayang.

Secara internal bilang Edwin, revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh sejumlah lembaga dunia menyebabkan indeks cenderung fluktuatif. Efek berikutnya, kinerja emiten akan terganggu. Ancaman depresiasi rupiah dan indeks, akan berlangsung hingga tahun depan. Karena itu, pemerintah harus ekstra hatihati dalam mengambil kebijakan.

Sementara Kepala Riset NH Korindo Secu rities Indonesia, Reza Priyambada menyebut sentimen negatif bakal terus menye lubungi Indeks dan rupiah. Itu akibat pe mangkasan ekonomi Indonesia oleh ADB dari 5,5 persen menjadi 4,9 persen, pe lemahan sejumlah harga komoditas, down trend bursa AS dan Eropa, hingga Rupiah tak kunjung positif. Tidak hanya itu, aksi BI ikut memangkas pertumbuhan ekonomi 2015 membuat pelaku pasar panik. ”Asing ikut kabur dengan jualan bersih Rp 690,42 miliar,” ucap Reza.

Investor lanjut Reza, terpaksa menelan pil pahit setelah Rupiah gagal menemukan momentum penguatan. Sejumlah faktor se cara tidak langsung memengaruhi Rupiah macam pernyataan BI kalau medio tahun depan ekonomi belum akan menunjukkan perbaikan signifikan. Itu ditunjukkan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) dan defisit neraca pembayaran Indonesia (NPI).

Gubernur BI menegaskan arus dana masuk atau capital inflow masih dalam tren minim sehingga transaksi finansial belum menjanjikan karena ketidakpastian di pasar global, terutama bersumber pada rencana kenaikan suku bunga acuan The Fed. Faktor lain pelemahan pertumbuhan ekono mi dunia berpengaruh pada penurunan arus dana masuk. Lalu, penilaian pemangkasan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan menjadi 5,3 persen dari sebelumnya 5,5 persen.”Intervensi BI tidak banyak membantu dan hanya membuat Rupiah menguat sesaat,” jelasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan