Dua Belas Bulan Penjara Untuk Terdakwa Alkes

BANDUNG WETAN – Sales Manager PT Behrindo Nusa Perkasa Nur Annisa divonis satu tahun penjara. Putusan itu diambil majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung terkait perkara pengadaan alat kesehatan (Alkes) di Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat.

Dalam persidangan yang digelar di Ruang I Pengadilan Negeri Bandung, kemarin (23/3), majelis hakim yang diketuai Barita Lumban Gaol menilai terdakwa telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur Pasal 3 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 18 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ’’Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama satu tahun serta denda Rp 50 juta yang bila tak dibayar diganti hukuman satu bulan kurungan,’’ ucap Barita dalam pembacaan amar putusannya.

Hal yang memberatkan, menurut hakim, terdakwa tidak ikut program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan telah merugikan keuangan negara. Sedangkan, yang meringankan, terdakwa telah mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 3.113.711.485.

Vonis ini lebih ringan enam bulan dari tuntutan jaksa. Begitupun hukuman pengganti denda yang lebih rendah dua bulan. Mendengar itu, usai berkonsultasi dengan kuasa hukumnya, Nur Annisa menerima putusan yang dijatuhkan hakim terhadapnya. Lain halnya dengan jaksa yang mengajukan pikir-pikir selama tujuh hari.

Kasus yang mendera Nur Annisa terjadi pada tahun 2011, berawal dari adanya bantuan dana yang berasal dari APBD Provinsi Jawa Barat senilai Rp 9 miliar untuk pengadaan tujuh belas macam alat kesehatan bagi RSUD Cibabat.

Adanya bantuan pengadaan alkes itu diketahui oleh Nur Annisa, Sales Manager PT Behrindo Nusa Perkasa, yang menawarkan alkes ke dr. Endang Kesuma Wardani. Ketika itu menjabat Direktur Utama RSUD Cibabat, yang juga pengguna anggaran.

Nur Anissa beberapa kali melakukan pertemuan dengan Endang. Agar, yang bersangkutan memilih barang yang dijualnya. Akhirnya, pengadaan alkes itu disetujui Endang.

Dalam pengadaan alkes itu, Endang dianggap melakukan kesalahan. Yakni, menyusun harga perkiraan sendiri (HPS). Tidak berdasarkan harga pasar dan survey. Namun, menggunakan harga yang diberikan oleh Nur Annisa yang harganya jauh lebih tinggi. Hal itu bertentangan dengan Peraturan Presiden No 53/2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan