DEKOPIN Kota Bandung Perlu Dukungan Pemkot

LENGKONG – Sudah sejak lama bangsa Indonesia telah mengenal kekeluargaan dan kegotong royongan yang dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Kebiasaan yang bersifat nonprofit ini, merupakan input untuk Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 yang dijadikan dasar/pedoman pelaksanaan Koperasi.

H. Usep Sumarno, SH.SE. MM Ketua DEKOPIN Kota Bandung
H. Usep Sumarno, SH.SE.
MM
Ketua DEKOPIN Kota Bandung

Menurut ketua DEKOPIN Kota Bandung H.usep Sumarno, SH.,SE.,MM. di masa penjajahan Belanda, gerakan koperasi pertama di Indonesia lahir dari inisatif tokoh R. A. Wiriaatmadja pada tahun 1986. Wiriaatmadja, patih Purwokerto (Banyumas) ini berjasa menolong para pegawai, pedagang kecil dan petani dari hisapan lintah darat melalui koperasi.

Beliau dengan bantuan E. Sieberg, Asisten Residen Purwokerto, mendirikan Hulp-enSpaar Bank. Cita-cita Wiriaatmadja ini juga mendapat dukungan dari Wolf van Westerrode, pengganti Sieberg, mereka mendirikan koperasi kredit sistem Raiffeisen.

”Gerakan koperasi semakin meluas bersamaan dengan munculnya pergerakan nasional menentang penjajahan. Berdirinya Boedi Oetomo, pada tahun 1908 mencoba memajukan koperasi rumah tangga (koperasi konsumsi). Serikat Islam pada tahun 1913 membantu memajukan koperasi dengan bantuan modal dan mendirikan Toko Koperasi,” tururnya kepada Bandung Ekspres kemarin dikantornya (18/10).

Pada tahun 1927, usaha koperasi dilanjutkan oleh Indonesische Studie Club yang kemudian menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) di Surabaya. Partai Nasional Indonesia (PNI) di dalam kongresnya di Jakarta berusah menggelorakan semangat kooperasi sehingga kongres ini sering juga disebut ’’kongres koperasi”.

Setelah bangsa Indonesia merdeka, pemerintah dan seluruh rakyat segera menata kembali kehidupan ekonomi, sesuai dengan tuntutan UUD 1945 pasal 33, perekonomian Indonesia harus didasarkan pada asas kekeluargaan.

Dengan demikian, H. Usep menjelaskan kehadiran dan peranan koperasi di dalam perekonomian nasional Indonesia telah mempunyai dasar konstitusi yang kuat. Di masa kemerdekaan, koperasi bukan lagi sebagai reaksi atas penderitaan akibat penjajahan, koperasi menjadi usaha bersama untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup yang didasarkan pada asas kekeluargaan. Hal ini sangat sesuai dengan ciri khas bangsa Indonesia, yaitu gotong royong.

”Pada awal kemerdekaan, koperasi berfungsi untuk mendistribusikan keperluan masyarakat sehari-hari di bawah Jawatan Koperasi, Kementerian Kemakmuran. Pada tahun 1946, berdasarkan hasil pendaftaran secara sukarela yang dilakukan Jawatan Koperasi terdapat sebanyak 2.500 buah koperasi. Koperasi pada saat itu dapat berkembang secara pesat,” katanya.

Tinggalkan Balasan