Kiprah Tri Wahyuniati Subali Mengeksiskan Sekolah Gratis Merah Putih

Mereka tidak boleh bermalas-malasan dan berlaku seperti ketika masih di jalanan. Apalagi seluruh fasilitas telah disediakan pihak sekolah. ’’Mereka kami didik untuk menghargai waktu dan disiplin,’’ tuturnya.

Dalam proses belajar, Yuni dibantu 30 pengajar dan staf tata usaha. Untuk biaya operasi, seluruhnya ditanggung sendiri oleh Yuni. Padahal, dalam setahun, biaya yang dikeluarkan cukup besar. Bisa mencapai Rp 300 juta.

Yuni mengaku sejauh ini tidak pernah meminta bantuan dari pihak lain untuk membiayai sekolahnya tersebut. Semua berasal dari kantong sendiri, hasil keringatnya sebagai notaris. Sebab, sejak awal niatnya adalah murni untuk membantu anak-anak telantar sebagai bagian dari kepedulian sosial dirinya. ’’

Tapi, kalau ada yang mau bantu, silakan saja. Namun, saya tidak pernah menawarkan proposal untuk meminta-minta. Saya paling tidak bisa bikin proposal,’’ ujarnya.

Tenaga pengajar Sekolah Merah Putih juga datang secara sukarela. Memang, awalnya Yuni turun sendiri. Namun, setelah Sekolah Merah Putih itu berdiri, sejumlah guru berdatangan. Mereka rela tidak dibayar, meski akhirnya Yuni tetap memberikan gaji untuk mereka. ’’Ada juga anak-anak asuh saya yang kuliah. Mereka bekerja di sini untuk menambah uang kuliah,’’ tambahnya.

Kurikulum yang diajarkan di Sekolah Merah Putih adalah gabungan pelajaran wajib dan tambahan. Untuk pelajaran tambahan, ada berbagai macam kelas, mulai karate, seni musik, seni tari, dan keterampilan. Jam pelajaran untuk semua tingkat pun dipatok sama, pukul 08.00 hingga 11.00. ’’Meski jam pelajarannya singkat, anak-anak masih mampu mengikuti standar sekolah umum,’’ ujarnya.

Berkat kegigihan Yuni, Sekolah Merah Putih cepat berkembang dan terkenal hingga luar negeri. Bahkan, Duta Antarlembaga dan Hubungan Internasional Makarim Wobisono tidak segan mempromosikan ke dunia internasional. Karena itu, tak heran bila setiap tahun selalu ada delegasi dari berbagai negara yang mengunjungi sekolah tersebut. Mereka menjadikan Sekolah Merah Putih sebagai contoh studi banding.

Yuni kini tidak lagi muda, sudah 63 tahun. Sudah tidak terhitung jumlah anak miskin yang dia bantu. Bahkan, sejak masih kuliah di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang, Yuni sudah memiliki 10 anak asuh yang dibina. ’’Waktu itu saya kuliah dengan beasiswa. Nah, sisa beasiswa itu buat membantu anak-anak itu bersekolah,’’ cerita ibu tiga anak tersebut.

Tinggalkan Balasan